Rabu, 16 Maret 2016

Kepulauan Riau

Riau


Riau (Jawi :رياو) adalah sebuah provinsi di indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sumatera. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatera, yaitu di sepanjang pesisir Selat Melaka. Hingga tahun 2004, provinsi ini juga meliputi Kepulauan Riau, sekelompok besar pulau-pulau kecil (pulau-pulau utamanya antara lain Pulau Batam dan Pulau Bintan) yang terletak di sebelah timur Sumatera dan sebelah selatan Singapura. Kepulauan ini dimekarkan menjadi provinsi tersendiri pada Juli 2004. Ibu kota dan kota terbesar Riau adalah Pekanbaru. Kota besar lainnya antara lain Dumai, Selat Panjang, Bagansiapiapi, Bengkalis, Bangkinang dan Rengat.

Riau saat ini merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, dan sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005.[4] Rata-rata 160,000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009.[5] Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun, dan menjalar ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.



Geografis

Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka terletak antara 01° 05’ 00” Lintang Selatan - 02° 25’ 00” Lintang Utara atau antara 100° 00’ 00” - 105° 05’ 00” Bujur Timur. Disamping itu sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 terdapat wilayah lautan sejauh 12 mil dari garis pantai.

Di daratan terdapat 15 sungai, diantaranya ada 4 sungai besar yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 Km) dengan kedalaman 8 -12 m, Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 m. Ke 4 sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan Bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut. 


Adapun batas-batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara tetangga dan provinsi lainnya adalah sebagaiberikut: 
a. Sebelah Utara : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara.
b. Sebelah Selatan : Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat.
c. Sebelah Timur : Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka.
d. Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

SISTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP MASYARAKAT MELAYU RIAU



Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutamanya orang Tionghoa. Tetapi kini telah ramai orang Melayu yang telah sukses dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli korporat. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu memiliki mobil dan rumah mewah. Selain itu itu juga, banyak orang Melayu yang mempunyai pendidikan yang tinggi, setingkat universitas di dalam maupun di luar negeri.





Sistem kemasyarakatan dalam kebudayaan melayu riau

Jika pada mulanya suatu kampung di Riau didiami oleh mereka yang sesuku, maka pada perkembangn kemudian telah banyak penduduk baru yang bukan sesuku merupakan penduduk pendatang yang ikut berdiam di kampung tersebut. Datangnya penduduk baru mungkin disebabkan perkawinan dan ada pula disebabkan adanya mata pencaharian ditempat tersebut. Dengan demikian, masyarakat kampung tadi tidak terikat oleh karena kesatuan suku, tetapi dengan perkembangan baru itu, ikatan tersebut tidak lagi bersifat kesukuan, tetapi terikat karena kesatuan tempat tinggal dan kampung halaman.
Kampung-kampung tersebut dipimpin oleh seorang kepala kampung yang disebut “Penghulu” dan sekarang merupakan pamong desa yang dipilih berdasar peraturan pemerintah.
Disamping penghulu ini terdapat pula pimpinan bidang agama, yaitu “imam”. Imam inilah yang mengurus segala persoalan yang menyangkut keagamaan, seperti menjadi imam mesjid, pengajian dan pelajaran agama, nikah/cerai/rujuk, pembagian warisan, pengumpulan zakat dan lainnya. Dengan demikian penghulu dengan didampingi oleh imam merupakan pimpinan kampung.

Pimpinan dalam kesatuan hidup setempat

Terdapat bermacam-macam sebutan untuk pimpinan dalam kesatuan hidup setempat. Pada mulanya struktur kesatuan hidup setempat berdasarkan kesukuan, maka pemimpin adalah kepala suku atau kepala hinduk. Gelar kepala suku atau kepala hinduk ini bermacam-macam, sebagai berikut:
1. Datuk = disamping menjadi kepala suku, sekaligus menjadi pimpinan territorial yang agak luas yang mencakup dan membawahi beberapa kepala suku dan hinduk-hinduk.
2. Penghulu, batin, tua-tua, jenang dan monti adalah gelar untuk kepala suku dan hinduk-hinduk.
Perkembangan kemudian menyebabkan pula perobahan batas-batas territorial, kalau pada mulanya territorial mengikuti suku, yaitu dimana suku tersebut menetap, maka lingkungan tempat tinggalnya itu menjadi daerah kekuasaannya. Tetapi keadaan ini kemudian berbalik, yaitu suku yang mengikuti territorial. Teritoir ini kemudian disebut “kampung”, “rantau” atau “banjar”. Mereka yang tinggal dalam lingkungan teritoir tadi mejadi penduduk kampung dan dengan sendirinya kampung ini mencakup beberapa kesukuan. Untuk kampung, rantau atau banjar ini diangkat seorang kepala kampung yang disebut “penghulu”.

• Hubungan sosial dalam kesatuan hidup setempat

Dikampung-kampung penduduk saling mengenal satu sama lain, karena masyarakat kampung memiliki rasa keterikatan antara satu sama lainnya masih kuat.

Kerukunan merupakan cirri khas dari masyarakat kampung-kampung tersebut. Adanya kerukunan ini bukan disebabkan karena paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi hukuman yang keras, tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma yang hidup dimasyarakat itu.

Mulai dari gerak-gerik, sikap dan pembawaan dipengaruhi oleh faktor ini. Menghindarkan hal-hal yang dapat menimbulkan aib dan malu merupakan fakor pendorong untuk terus berbuat dan bersikap baik terhadao sesamanya dan perasaan yang demikian lebih kuat dibandingkan dengan perasaan berdosa. Segala tindakan harus dijaga supaya tidak menimbulkan “sumbang mata”, “sumbang telinga”, “sumbang adab”. Secara keseluruhan haruslah dihindari hal-hal yang menyebabkan orang di cap sebagai seorang yang “tidak tau adat’.

Dengan demikian jelaslah, norma-norma yang bersifat lebih besar pengaruhnya, sehingga jarang dijumpai adanya pertikaian dan sengketa. Dalam

hal ini pengaruh kepemimpinan penghulu dan imam merupakan saham yang besar, sehingga pertikaian-pertikaian yang timbul segera dapat didamaikan.

Stratifikasi Sosial

Dasar-dasar stratifikasi sosial
Adapun masyarakat di saerah ini pada dasarnya terdiri dari dua golongan, yaitu golongan asli dan golongan penguasa. Sebelum adanya kerajaan Siak Sri Inderapura, kepala-kepala suku yang menguasai hutan tanah, “territorial” bernaung dibawah kerajaan Johor.

Setelah Raja Kecil yang dapat meduduki takhta Kerajaan Johor, terpaksa meninggalkan Johor dan terkhir membuka kerajaan baru di sungai Siak, maka kerajaannya dinamakan “Kerajaan Siak Sri Inderapura”. Dengan keadaan yang baru ini, terjadilah pembagian golongan dalam masyarakat. Jika pada mulanya yang ada hanya kepala suku sebagai puncak dan anggota sukunya sebagai dasarnya, maka dengan adanya Sultan beserta keturunannya, terjadilah tingkatan sosial baru sebagai berikut:

1. Raja/Ratu dan Permaisuri yang merupakan tingkat teratas.
2. Keturunan Raja yang disebut anak Raja-raja, merupakan lapisan kedua,
3. Orang baik-baik yang terdiri dari Datuk Empat Suku dan Kepala-kepala suku lainnya beserta keturunannya merupakan lapisan ketiga,
4. Orang kebanyakan atau rakyat umum, merupakan tingkatan terbawah.

Adanya tingkatan sosial tersebut membawa konsekuensi pula dibidang adat istiadat dan tata cara pergaulan masyarakat. Makin tinggi golongannya semakin banyak hak-haknya. Keistimewaan dalam tata pakaian, tempat duduk dalam upaca-upacara menunjukan adanya perbedaan itu.

Budaya Kepulauan Riau

Rumah adat


Rumah Lipat Kajang
Rumah Belah Bubung (disebut juga Rabung atau Bumbung Melayu)

Rumah Belah Bubung dibagi lagi menjadi beberapa jenis menurut bentuk atapnya, yaitu :
Rumah Lipat Pandan (atapnya curam)
Rumah Lipat Kajang (atapnya agak mendatar)
Rumah Atap Layar (disebut juga Ampar Labu, bagian bawah atap ditambah dengan atap lain)
Rumah Perabung Panjang (perabung atapnya sejajar dengan jalan raya)
Rumah Perabung Melintang (perabung atapnya tidak sejajar dengan jalan)

Jenis rumah adat lainnya adalah :
Rumah Limas Potong

Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya, semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya. Namun demikian,kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling utama dalam membuat rumah adalah keserasian dengan pemiliknya. Untuk menentukan serasi atau tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta, dari satu sampai lima. Adapun urutannya adalah:
Ular berenang
Meniti riak
Riak meniti kumbang berteduh
Habis utang berganti utang
Hutang lima belum berimbuh

Ukuran yang paling baik adalah jika tepat pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.

Upacara Adat

Beberapa upacara adat tradisional yang dilaksanakan oleh masyarakat Kepulauan Riau antara lain :
Basuh lantai di Lingga
Haul Jama' di Lingga
Makan sirih di Kepulauan Riau
Malam kue bulan oleh umat Tionghoa di Tanjungpinang
Malam tujuh likur di Lingga
Mandi syafar Melayu di Lingga
Menjunjung duli di Kepulauan Riau dan Riau
Ratif saman di Lingga
Sembahyang kubur oleh umat Tionghoa di Kepulauan Riau
Sembahyang laut oleh umat Tionghoa di Tanjungpinang
Tepuk tepung tawar di seluruh kawasan Kepulauan Riau



Tarian

Tarian yang paling terkenal di Kepulauan Riau adalah tari Zapin. Selain itu, terdapat beberapa jenis tarian lainnya antara lain :

Tari Zapin berpasangan

  • Tari Alu
  • Tari Ayam Sudur
  • Tari Betabik
  • Tari Boria
  • Tari Damnah
  • Tari Dayung Sampan
  • Tari Dendang Dangkong
  • Tari Engku Puteri
  • Tari Gobang dari Kepulauan Anambas
  • Tari Joged Bebtan
  • Tari Joged Dangkong
  • Tari Joged Kak Long dari Moro, Karimun
  • Tari Joged Karimun
  • Tari Joged Lambak
  • Tari Joged Mak Dare
  • Tari Joged Makcik Normah dari Batam
  • Tari Joged Pantai Nongsa
  • Tari Jogi
  • Tari Ikan Kekek
  • Tari Inai
  • Tari Laksemane Bentan
  • Tari Lang-lang Buana
  • Tari Lenggang Cecak
  • Tari Makyong
  • Tari Marhaban
  • Tari Marwah Gonggong dari Tanjungpinang
  • Tari Masri
  • Tari Melemang
  • Tari Mendu
  • Tari Menjunjung Duli
  • Tari Mustika Kencana
  • Tari Pasang Rokok
  • Tari Persembahan
  • Tari Rokana
  • Tari Sekapur Sirih
  • Tari Semah Kajang
  • Tari Sirih Lelat
  • Tari Tandak
  • Tari Tandak Pengasih
  • Tari Tarek Rawai
  • Tari Tebus Kipas
  • Tari Topeng
  • Tari Zapin
  • Tari Zapin Penyengat
  • Tari Zapin Pesisir
  • Tari Zapin Pulau Tujuh
  • Tari Zapin Rentak Melayu
  • Tari Zapin Tradisi
  • Tari Zikir Barat

Lagu daerah

Beberapa lagu daerah yang berasal dan berkembang di Kepulauan Riau antara lain :

  • Anak Kepulauan Riau dari Kepulauan Riau
  • Bahtera Merdeka dari Kepulauan Riau dan Malaysia
  • Bandara Palmatak dari Kepulauan Anambas
  • Bujang Lagak dari Natuna
  • Bunda Tanah Melayu dari Lingga
  • Dendang Nelayan dari Kepulauan Riau
  • Dikir Kepri Bermadah dari Kepulauan Riau
  • Gunung Bintan dari Bintan
  • Hang Tuah dari Kepulauan Riau
  • Harapan Bunde dari Natuna
  • Joget Karimun dari Karimun
  • Joget Pantai Nongsa dari Batam
  • Kepri Manise dari Kepulauan Riau
  • Kisah Penanak Nelayan dari Kepulauan Anambas
  • Kita Penasib dari Bintan
  • Lancang Kuning dari Bintan
  • Pahlawan Riau dari Kepulauan Riau
  • Pak Ngah Balek dari pulau Penyengat
  • Penyengat Sayang dari pulau Penyengat
  • Pergilah Berjuang dari Kepulauan Riau
  • Perwiraku dari Kepulauan Riau
  • Pulau Bintan dari Bintan
  • Pulau Penawar Rindu dari Batam
  • Rentak Anambas dari Kepulauan Anambas
  • Segantang Lada dari Kepulauan Riau
  • Selayang Pandang dari Kepulauan Riau
  • Senandung Melayu dari Kepulauan Riau
  • Si Limau Manis dari Bintan
  • Sri Anambas dari Kepulauan Anambas
  • Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu dari Kepulauan Riau
  • Tanjung Katung dari Kepulauan Riau
  • Zapin Pulau Tujuh dari Kepulauan Anambas

Pakaian Adat

Beberapa pakaian adat di Kepulauan Riau :


Pemakaian lengkap baju Teluk Belanga.






Tidak ada komentar

Posting Komentar

© rifky saputra
Maira Gall